Sejarah Lahirnya Pers Indonesia dan Hari Pers Nasional
Keinginan menerbitkan surat kabar di Hindia Belanda saat itu sebenarnya sudah sangat lama, tetapi selalu dihambat oleh pemerintah VOC. Baru setelah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff menjabat, terbitlah surat kabar "Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen" yang artinya "Berita dan Penalaran Politik Batavia" pada 7 Agustus 1744.
Ketika Inggris menguasai wilayah Hindia Timur pada 1811, terbit surat kabar berbahasa Inggris "Java Government Gazzete" pada 1812.
Pada 1851, "De Locomotief" terbit di Semarang. Surat kabar ini memiliki semangat kritis terhadap pemerintahan kolonial dan pengaruh yang cukup besar. Abad ke-19, untuk menandingi surat kabar-surat kabar berbahasa Belanda, muncul surat kabar berbahasa Melayu dan Jawa meskipun para redakturnya masih orang-orang Belanda, seperti "Bintang Timoer" (Surabaya, 1850), "Bromartani" (Surakarta, 1855), "Bianglala" (Batavia, 1867), dan "Berita Betawie" (Batavia, 1874).
Pada Tahun 1907, terbit Surat kabar "Medan Prijaji" di Bandung yang dianggap sebagai pelopor pers nasional karena diterbitkan oleh pengusaha pribumi untuk pertama kali, yaitu Tirto Adhi Soerjo.
Ketika Jepang berhasil menaklukkan Belanda dan akhirnya menduduki Indonesia pada 1942, kebijakan pers turut berubah. Semua penerbit yang berasal dari Belanda dan China dilarang beroperasi. Sebagai gantinya penguasa militer Jepang lalu menerbitkan sejumlah surat kabar sendiri.
Saat itu terdapat ada 5 (lima) surat kabar yaitu Surat kabar Jawa Shinbun yang terbit diJawa, Surat kabar Boernoe Shinbun di Kalimantan, Surat kabar Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatra Shinbun di Sumatra dan Ceram Shinbun di Seram.
Kehidupan pada 1950-1960-an ditandai oleh munculnya kekuatan-kekuatan politik dari golongan nasionalis, agama, komunis dan tentara.
Pada masa ini sejumlah tonggak sejarah pers Indonesia juga lahir, seperti LKBN Antara pada 13 Desember 1937, RRI pada 11 september 1945, dan organisasi PWI pada 1946 yang kemudian menjadi cikal bakal Hari Pers Nasional. Lahir pula TVRI, stasiun televisi pemerintah pada 1962.
September hingga akhir 1945, pers nasional semakin kuat ditandai dengan penerbitan "Soeara Merdeka" di Bandung dan "Berita Indonesia" di Jakarta, serta beberapa surat kabar lain, seperti "Merdeka", "Independent", "Indonesian News Bulletin", "Warta Indonesia", dan "The Voice of Free Indonesia". Melansir dari Indonesiabaik.id
Setiap tahunnya, HPN memiliki tema yang berbeda-beda, sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi di Indonesia. Tema HPN tahun 2024 adalah "Mengawal Transisi Kepemimpinan Nasional dan Menjaga Keutuhan Bangsa".
Tema ini dipilih sebagai respons terhadap suasana pesta demokrasi dalam pemilu 2024, di mana Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden, serta anggota legislatif.
Tema ini juga dimaksudkan agar insan pers tetap menjaga keutuhan bangsa di tengah dinamika politik yang berkembang. Insan pers diharapkan dapat menjadi pengawal transisi kepemimpinan nasional yang demokratis, profesional, dan berintegritas.
Insan pers juga diharapkan dapat menjadi penjaga keutuhan bangsa yang beragam, toleran, dan harmonis.
Post a Comment